
Bengkulu —Laporan resmi masyarakat Desa Ujung Padang, Kecamatan Kota Mukomuko, Kabupaten Mukomuko, terkait penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan pencurian tandan buah segar (TBS) milik KMD oleh Satreskrim Polres Mukomuko, kini resmi bergulir ke meja Kadiv Propam Polda Bengkulu.
Laporan yang dikirimkan melalui jalur resmi pos tercatat pada awal pekan ini, turut ditembuskan ke Kadiv Propam Mabes Polri, Kompolnas RI, dan Ombudsman RI. Warga menilai penerbitan SP3 tersebut dilakukan secara tergesa dan sarat kejanggalan hukum, sehingga perlu diuji baik dari aspek etika profesi penyidik maupun kompetensi teknis penyidikan.
“Kami sudah konsultasi dengan pihak Propam Polda Bengkulu sebelumnya. Mereka menyambut baik langkah hukum ini dan memastikan akan menindaklanjuti sesuai mekanisme internal,” ungkap perwakilan warga, Angga, usai mengirimkan berkas laporan resmi.
Menurut warga, tindakan penyidik yang menutup perkara dengan dalih keterangan ahli tunggal merupakan bentuk kelalaian serius yang mencederai rasa keadilan masyarakat. Pihak pelapor berharap Propam melakukan pemeriksaan mendalam, termasuk memanggil penyidik utama dan pejabat yang menandatangani usulan SP3 tersebut.
Seorang pengamat hukum pidana dari Universitas Bengkulu menilai, penerbitan SP3 tanpa kajian komprehensif dan hanya bersandar pada satu instrumen keterangan ahli adalah tindakan yang berpotensi menyalahi standar profesional Polri.
“Propam harus turun langsung. Bukan hanya soal kesalahan administrasi, tapi juga etika penyidikan. Jika terbukti, penyidik dapat dijerat pelanggaran berat dan direkomendasikan PTDH,” ujarnya.
Sementara itu, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menegaskan bahwa kasus seperti ini akan menjadi bahan evaluasi penting bagi Polri secara kelembagaan.
“Propam dan Irwasda harus memastikan ke depan, tidak ada lagi penyidik yang berani main cepat tanpa dasar kuat. Integritas Polri sedang diuji,” ujar salah satu anggota Kompolnas saat dimintai tanggapan.
Kini, semua mata tertuju kepada Propam Polda Bengkulu sebagai institusi pengawas etik internal. Publik menantikan langkah nyata dan transparan dalam menegakkan kode etik profesi Polri—terutama ketika nama baik lembaga sedang menjadi taruhan akibat ulah segelintir oknum di lapangan. (Red)